PENANGANAN LIMBAH PADAT
Penimbunan Terbuka
Terdapat dua cara penimbunan sampah
yang umum dikenal, yaitu metode penimbunan terbuka (open dumping) dan
metode sanitary landfill. Pada metode penimbunan terbuka, . Di
lahan penimbunan terbuka, berbagai hama dan kuman penyebab penyakit dapat
berkembang biak. Gas metan yang dihasilkan oleh pembusukan sampah organik dapat
menyebar ke udara sekitar dan menimbulkan bau busuk serta mudah terbakar.
Cairan yang tercampur dengansampah dapat merembes ke tanah dan mencemari tanah serta
air.
Sanitary Landfill
Pada metode sanitary landfill, sampah
ditimbun dalam lubang yang dialasi iapisan lempung dan lembaran plastik untuk
mencegah perembesan limbah ke tanah. Pada landfill yang lebih
modern lagi, biasanya dibuat sistem Iapisan ganda (plastik – lempung – plastik
– lempung) dan pipa-pipa saluran untuk mengumpulkan cairan serta gas metan yang
terbentuk dari proses pembusukan sampah. Gas tersebut kemudian dapat digunakan
untuk menghasilkan listrik.
3.
insinerasi
Insinerasi adalah pembakaran
sampah/limbah padat menggunakan suatu alat yang disebut insinerator. Kelebihan
dari proses insinerasi adalah volume sampah berkurang sangat banyak (bisa
mencapai 90 %). Selain itu, proses insinerasi menghasilkan panas yang dapat
dimanfaatkan untuk menghasilkan listrik atau untuk pemanas ruangan.
4.
Pembuatan kompos padat dan cair
metode ini adalah dengan mengolah
sampah organic seperti sayuran, daun-daun kering, kotoran hewan melalui proses
penguraian oleh mikroorganisme tertentu. Pembuatan kompos adalah salah satu
cara terbaik dalam penanganan sampah organic. Berdasarkan bentuknya kompos
ada yang berbentuk padat dan cair. Pembuatannya dapat dilakukan dengan
menggunakan kultur mikroorganisme, yakni menggunakan kompos yang sudah jadi dan
bisa didapatkan di pasaran seperti EMA efectif microorganism 4.EMA merupakan
kultur campuran mikroorganisme yang dapat meningkatkan degaradasi limbah atau
sampah organic.
5.
Daur Ulang
Daur ulang adalah proses untuk
menjadikan suatu bahan bekas menjadi bahan baru dengan tujuan mencegah adanya sampah
yang sebenarnya dapat menjadi sesuatu yang berguna, mengurangi penggunaan bahan
baku yang baru, mengurangi penggunaan energi,
mengurangi polusi,
kerusakan lahan,
dan emisi gas rumah kaca
jika dibandingkan dengan proses pembuatan barang baru. Daur ulang adalah salah
satu strategi pengelolaan sampah
padat yang terdiri atas kegiatan pemilahan, pengumpulan, pemrosesan,
pendistribusian dan pembuatan produk / material bekas pakai, dan komponen utama
dalam manajemen sampah modern dan bagian ketiga adalam proses hierarki sampah 3R
(Reuse, Reduce, and Recycle).
Material-material yang dapat didaur
ulang dan prosesnya diantaranya adalah:
Bahan bangunan
Material bangunan bekas yang telah
dikumpulkan dihancurkan dengan mesin
penghancur, kadang-kadang bersamaan dengan aspal, batu bata, tanah,
dan batu.
Hasil yang lebih kasar bisa dipakai menjadi pelapis jalan semacam aspal dan
hasil yang lebih halus bisa dipakai untuk membuat bahan bangunan baru semacam
bata.
Baterai
Baterai
Banyaknya variasi dan ukuran baterai
membuat proses daur ulang bahan ini relatif sulit. Mereka harus disortir
terlebih dahulu, dan tiap jenis memiliki perhatian khusus dalam pemrosesannya.
Misalnya, baterai jenis lama masih mengandung merkuri dan kadmium, harus ditangani secara lebih serius demi mencegah
kerusakan lingkungan dan kesehatan manusia. Baterai mobil umumnya jauh lebih mudah dan lebih murah untuk didaur
ulang.
Barang Elektronik
Barang Elektronik
Barang elektronik yang populer
seperti komputer dan handphone umumnya tidak didaur ulang karena belum jelas
perhitungan manfaat ekonominya. Material yang dapat didaur ulang dari barang
elektronik misalnya adalah logam yang terdapat pada barang elektronik tersebut
(emas,
besi,
baja,
silikon, dll) ataupun bagian-bagian yang masih dapat dipakai (microchip, processor, kabel,
resistor, plastik, dll). Namun tujuan utama dari proses daur ulang, yaitu
kelestarian lingkungan, sudah jelas dapat menjadi tujuan diterapkannya proses
daur ulang pada bahan ini meski manfaat ekonominya masih belum jelas.
Logam
Logam
Besi
dan baja
adalah jenis logam yang paling banyak didaur ulang di dunia. Termasuk salah
satu yang termudah karena mereka dapat dipisahkan dari sampah lainnya dengan magnet.
Daur ulang meliputi proses logam pada umumnya; peleburan dan pencetakan
kembali. Hasil yang didapat tidak mengurangi kualitas logam tersebut.
Contoh lainnya adalah alumunium, yang merupakan bahan daur ulang paling efisien di dunia. Namun pada umumnya, semua jenis logam dapat didaur ulang tanpa mengurangi kualitas logam tersebut, menjadikan logam sebagai bahan yang dapat didaur ulang dengan tidak terbatas.
Contoh lainnya adalah alumunium, yang merupakan bahan daur ulang paling efisien di dunia. Namun pada umumnya, semua jenis logam dapat didaur ulang tanpa mengurangi kualitas logam tersebut, menjadikan logam sebagai bahan yang dapat didaur ulang dengan tidak terbatas.
Bahan Lainnya
Kaca
dapat juga didaur ulang. Kaca yang
didapat dari botol dan lain sebagainya dibersihkan dair bahan kontaminan, lalu
dilelehkan bersama-sama dengan material kaca baru. Dapat juga dipakai sebagai
bahan bangunan dan jalan. Sudah ada Glassphalt, yaitu bahan pelapis jalan
dengan menggunakan 30% material kaca daur ulang.
Kertas juga dapat didaur ulang dengan mencampurkan kertas bekas yang telah dijadikan pulp dengan material kertas baru. Namun kertas akan selalu mengalami penurunan kualitas jika terus didaur ulang. Hal ini menjadikan kertas harus didaur ulang dengan mencampurkannya dengan material baru, atau mendaur ulangnya menjadi bahan yang berkualitas lebih rendah.
Plastik dapat didaur ulang sama halnya seperti mendaur ulang logam. Hanya saja, terdapat berbagai jenis plastik di dunia ini. Saat ini di berbagai produk plastik terdapat kode mengenai jenis plastik yang membentuk material tersebut sehingga mempermudah untuk mendaur ulang. Suatu kode di kemasan yang berbentuk segitiga 3R dengan kode angka di tengah-tengahnya adalah contohnya. Suatu angka tertentu menunjukkan jenis plastik tertentu, dan kadang-kadang diikuti dengan singkatan, misalnya LDPE untuk Low Density Poly Etilene, PS untuk Polistirena, dan lain-lain, sehingga mempermudah proses daur ulang.
Kertas juga dapat didaur ulang dengan mencampurkan kertas bekas yang telah dijadikan pulp dengan material kertas baru. Namun kertas akan selalu mengalami penurunan kualitas jika terus didaur ulang. Hal ini menjadikan kertas harus didaur ulang dengan mencampurkannya dengan material baru, atau mendaur ulangnya menjadi bahan yang berkualitas lebih rendah.
Plastik dapat didaur ulang sama halnya seperti mendaur ulang logam. Hanya saja, terdapat berbagai jenis plastik di dunia ini. Saat ini di berbagai produk plastik terdapat kode mengenai jenis plastik yang membentuk material tersebut sehingga mempermudah untuk mendaur ulang. Suatu kode di kemasan yang berbentuk segitiga 3R dengan kode angka di tengah-tengahnya adalah contohnya. Suatu angka tertentu menunjukkan jenis plastik tertentu, dan kadang-kadang diikuti dengan singkatan, misalnya LDPE untuk Low Density Poly Etilene, PS untuk Polistirena, dan lain-lain, sehingga mempermudah proses daur ulang.
PENANGAN
LIMBAH CAIR
Metode dan tahapan proses pengolahan
limbah cair yang telah dikembangkan sangat beragam. Limbah cair dengan
kandungan polutan yang berbeda kemungkinan akan membutuhkan proses pengolahan
yang berbeda pula. Proses- proses pengolahan tersebut dapat diaplikasikan
secara keseluruhan, berupa kombinasi beberapa proses atau hanya salah satu.
Proses pengolahan tersebut juga dapat dimodifikasi sesuai dengan kebutuhan atau
faktor finansial.
- Pengolahan Primer (Primary Treatment)
Tahap pengolahan primer limbah cair
sebagian besar adalah berupa proses pengolahan secara fisika.
A.
Penyaringa (Screening)
Pertama, limbah yang mengalir
melalui saluran pembuangan disaring menggunakan jeruji saring. Metode ini
disebut penyaringan. Metode penyaringan merupakan cara yang efisien dan
murah untuk menyisihkan bahan-bahan padat berukuran besar dari air limbah.
B.
Pengolahan Awal (Pretreatment)
Kedua, limbah yang telah disaring
kemudian disalurkan kesuatu tangki atau bak yang berfungsi untuk memisahkan
pasir dan partikel padat teruspensi lain yang berukuran relatif besar. Tangki
ini dalam bahasa inggris disebut grit chamber dan cara kerjanya adalah dengan
memperlambat aliran limbah sehingga partikel – partikel pasir jatuh ke dasar
tangki sementara air limbah terus dialirkan untuk proses selanjutnya.
C.
Pengendapan
Setelah melalui tahap pengolahan
awal, limbah cair akan dialirkan ke tangki atau bak pengendapan. Metode pengendapan
adalah metode pengolahan utama dan yang paling banyak digunakan pada proses
pengolahan primer limbah cair. Di tangki pengendapan, limbah
cair didiamkan agar partikel – partikel padat yang tersuspensi dalam air limbah
dapat mengendap ke dasar tangki. Enadapn partikel tersebut akan membentuk
lumpur yang kemudian akan dipisahkan dari air limbah ke saluran lain untuk
diolah lebih lanjut. Selain metode pengendapan, dikenal juga metode pengapungan
(Floation).
D.
Pengapungan (Floation)
Metode ini efektif digunakan untuk
menyingkirkan polutan berupa minyak atau lemak. Proses pengapungan dilakukan
dengan menggunakan alat yang dapat menghasilkan gelembung- gelembung udara
berukuran kecil (± 30 – 120 mikron). Gelembung udara tersebut akan membawa partikel
–partikel minyak dan lemak ke permukaan air limbah sehingga kemudian dapat
disingkirkan.
Bila limbah cair hanya mengandung
polutan yang telah dapat disingkirkan melalui proses pengolahan primer, maka
limbah cair yang telah mengalami proses pengolahan primer tersebut dapat
langsung dibuang kelingkungan (perairan). Namun, bila limbah tersebut juga
mengandung polutan yang lain yang sulit dihilangkan melalui proses tersebut,
misalnya agen penyebab penyakit atau senyawa organik dan anorganik terlarut, maka
limbah tersebut perlu disalurkan ke proses pengolahan selanjutnya.
2.
Pengolahan Sekunder (Secondary
Treatment)
Tahap pengolahan sekunder merupakan
proses pengolahan secara biologis, yaitu dengan melibatkan mikroorganisme yang
dapat mengurai/ mendegradasi bahan organik. Mikroorganisme yang digunakan
umumnya adalah bakteri aerob.
Terdapat tiga metode pengolahan
secara biologis yang umum digunakan yaitu metode penyaringan dengan tetesan
(trickling filter), metode lumpur aktif (activated sludge), dan metode kolam
perlakuan (treatment ponds / lagoons) .
a.
Metode Trickling Filter
Pada metode ini, bakteri aerob yang
digunakan untuk mendegradasi bahan organik melekat dan tumbuh pada suatu
lapisan media kasar, biasanya berupa serpihan batu atau plastik, dengan dengan
ketebalan ± 1 – 3 m. limbah cair kemudian disemprotkan ke permukaan media
dan dibiarkan merembes melewati media tersebut. Selama proses perembesan, bahan
organik yang terkandung dalam limbah akan didegradasi oleh bakteri aerob.
Setelah merembes sampai ke dasar lapisan media, limbah akan menetes ke suatu
wadah penampung dan kemudian disalurkan ke tangki pengendapan.
Dalam tangki pengendapan, limbah
kembali mengalami proses pengendapan untuk memisahkan partikel padat
tersuspensi dan mikroorganisme dari air limbah. Endapan yang terbentuk akan
mengalami proses pengolahan limbah lebih lanjut, sedangkan air limbah akan
dibuang ke lingkungan atau disalurkan ke proses pengolahan selanjutnya jika
masih diperlukan
b.
Metode Activated Sludge
Pada metode activated sludge atau
lumpur aktif, limbah cair disalurkan ke sebuah tangki dan didalamnya limbah
dicampur dengan lumpur yang kaya akan bakteri aerob.
Proses degradasi berlangsung didalam tangki tersebut selama beberapa jam,
dibantu dengan pemberian gelembung udara aerasi (pemberian oksigen). Aerasi
dapat mempercepat kerja bakteri dalam mendegradasi limbah. Selanjutnya, limbah
disalurkan ke tangki pengendapan untuk mengalami proses pengendapan, sementara
lumpur yang mengandung bakteri disalurkan kembali ke tangki aerasi. Seperti
pada metode trickling filter, limbah yang telah melalui proses ini dapat
dibuang ke lingkungan atau diproses lebih lanjut jika masih dperlukan.
c.
Metode Treatment ponds/
Lagoons
Metode treatment ponds/lagoons atau
kolam perlakuan merupakan metode yang murah namun prosesnya berlangsung relatif
lambat. Pada metode ini, limbah cair ditempatkan dalam kolam-kolam terbuka.
Algae yang tumbuh dipermukaan kolam akan berfotosintesis menghasilkan oksigen.
Oksigen tersebut kemudian digunakan oleh bakteri aero untuk proses
penguraian/degradasi bahan organik dalam limbah. Pada metode ini, terkadang
kolam juga diaerasi. Selama proses degradasi di kolam, limbah juga akan
mengalami proses pengendapan. Setelah limbah terdegradasi dan terbentuk endapan
didasar kolam, air limbah dapat disalurka untuk dibuang ke lingkungan atau
diolah lebih lanjut.
3.
. Pengolahan Tersier (Tertiary
Treatment)
Pengolahan tersier dilakukan jika
setelah pengolahan primer dan sekunder masih terdapat zat tertentu dalam limbah
cair yang dapat berbahaya bagi lingkungan atau masyarakat. Pengolahan tersier
bersifat khusus, artinya pengolahan ini disesuaikan dengan kandungan zat yang
tersisa dalam limbah cair / air limbah. Umunya zat yang tidak dapat dihilangkan
sepenuhnya melalui proses pengolahan primer maupun sekunder adalah zat-zat anorganik
terlarut, seperti nitrat, fosfat, dan garam- garaman.
Pengolahan tersier sering disebut
juga pengolahan lanjutan (advanced treatment). Pengolahan ini meliputi berbagai
rangkaian proses kimia dan fisika. Contoh metode pengolahan tersier yang dapat
digunakan adalah metode saringan pasir, saringan multimedia, precoal filter,
microstaining, vacum filter, penyerapan dengan karbon aktif, pengurangan besi
dan mangan, dan osmosis bolak-balik.
Metode pengolahan tersier jarang
diaplikasikan pada fasilitas pengolahan limbah. Hal ini disebabkan biaya yang
diperlukan untuk melakukan proses pengolahan tersier cenderung tinggi sehingga
tidak ekonomis.
4.
Desinfeksi (Desinfection)
Desinfeksi atau pembunuhan kuman
bertujuan untuk membunuh atau mengurangi mikroorganisme patogen yang ada dalam
limbah cair. Meknisme desinfeksi dapat secara kimia, yaitu dengan menambahkan
senyawa/zat tertentu, atau dengan perlakuan fisik. Dalam menentukan senyawa
untuk membunuh mikroorganisme, terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan,
yaitu :
•
Daya racun zat
•
Waktu kontak yang diperlukan
•
Efektivitas zat
•
Kadar dosis yang digunakan
•
Tidak boleh bersifat toksik terhadap
manusia dan hewan
•
Tahan terhadap air
•
Biayanya murah
Contoh mekanisme desinfeksi pada
limbah cair adalah penambahan klorin (klorinasi), penyinaran dengan
ultraviolet(UV), atau dengan ozon (Oз).
Proses desinfeksi pada limbah cair
biasanya dilakukan setelah proses pengolahan limbah selesai, yaitu setelah
pengolahan primer, sekunder atau tersier, sebelum limbah dibuang ke lingkungan.
5.
Pengolahan Lumpur (Slude Treatment)
Setiap tahap pengolahan limbah cair,
baik primer, sekunder, maupun tersier, akan menghasilkan endapan polutan berupa
lumpur. Lumpur tersebut tidak dapat dibuang secara langsung, melainkan pelu
diolah lebih lanjut. Endapan lumpur hasil pengolahan limbah biasanya akan
diolah dengan cara diurai/dicerna secara aerob (anaerob digestion), kemudian
disalurkan ke beberapa alternatif, yaitu dibuang ke laut atau ke lahan
pembuangan (landfill), dijadikan pupuk kompos, atau dibakar (incinerated).
PENANGANAN
LIMBAH GAS
Pengolah limbah gas secara teknis dilakukan dengan menambahkan alat bantu yang
dapat mengurangi pencemaran udara. Pencemaran udara sebenarnya dapat berasal
dari limbah berupa gas atau materi partikulat yang terbawah bersama gas
tersebut. Berikut akan dijelaskan beberapa cara menangani pencemaran udara oleh
limbah gas dan materi partikulat yang terbawah bersamanya.
1. Mengontrol Emisi Gas Buang
·
Gas-gas buang seperti sulfur oksida,
nitrogen oksida, karbon monoksida, dan hidrokarbon dapat dikontrol
pengeluarannya melalui beberapa metode. Gas sulfur oksida dapat dihilangkan
dari udara hasil pembakaran bahan bakar dengan cara desulfurisasi menggunakan
filter basah (wet scrubber).
·
Mekanisme kerja filter basah ini
akan dibahas lebih lanjut pada pembahasan berikutnya, yaitu mengenai metode
menghilangkan materi partikulat, karena filter basah juga digunakan untuk
menghilangkan materi partikulat.
·
Gas nitrogen oksida dapat dikurangi
dari hasil pembakaran kendaraan bermotor dengan cara menurunkan suhu
pembakaran. Produksi gas karbon monoksida dan hidrokarbon dari hasil pembakaran
kendaraan bermotor dapat dikurangi dengan cara memasang alat pengubah katalitik
(catalytic converter) untuk menyempurnakan pembakaran.
·
Selain cara-cara yang disebutkan
diatas, emisi gas buang jugadapat dikurangi kegiatan pembakaran bahan bakar
atau mulai menggunakan sumber bahan bakar alternatif yang lebih sedikit
menghasilkan gas buang yang merupakan polutan.
2.
Menghilangkan Materi Partikulat Dari
Udara Pembuangan
a. Filter Udara
Filter
udara dimaksudkan untuk yang ikut keluar pada cerobong atau stack, agar tidak
ikut terlepas ke lingkungan sehingga hanya udara bersih yang saja yang keluar
dari cerobong. Filter udara yang dipasang ini harus secara tetap diamati
(dikontrol), kalau sudah jenuh (sudah penuh dengan abu/ debu) harus
segera diganti dengan yang baru.
Jenis
filter udara yang digunakan tergantung pada sifat gas buangan yang keluar dari
proses industri, apakah berdebu banyak, apakah bersifat asam, atau bersifat
alkalis dan lain sebagainya
b. Pengendap Siklon
Pengendap
Siklon atau Cyclone Separators adalah pengedap debu / abu yang ikut dalam gas
buangan atau udara dalam ruang pabrik yang berdebu. Prinsip kerja pengendap
siklon adalah pemanfaatan gaya sentrifugal dari udara / gas buangan yang
sengaja dihembuskan melalui tepi dinding tabung siklon sehingga partikel yang
relatif “berat” akan jatuh ke bawah.
Ukuran partikel / debu / abu yang
bisa diendapkan oleh siklon adalah antara 5 u – 40 u. Makin besar ukuran debu
makin cepat partikel tersebut diendapkan.
c.
Filter Basah
Nama lain dari filter basah adalah
Scrubbers atau Wet Collectors. Prinsip kerja filter basah adalah membersihkan
udara yang kotor dengan cara menyemprotkan air dari bagian atas alt, sedangkan
udara yang kotor dari bagian bawah alat. Pada saat udara yang berdebu kontak
dengan air, maka debu akan ikut semprotkan air turun ke bawah.
Untuk mendapatkan hasil yang lebih
baik dapat juga prinsip kerja pengendap siklon dan filter basah digabungkan
menjadi satu. Penggabungan kedua macam prinsip kerja tersebut menghasilkan
suatu alat penangkap debu yang dinamakan.
d. Pegendap Sistem Gravitasi
Alat
pengendap ini hanya digunakan untuk membersihkan udara kotor yang ukuran
partikelnya relatif cukup besar, sekitar 50 u atau lebih. Cara kerja alat ini
sederhana sekali, yaitu dengan mengalirkan udara yang kotor ke dalam alat yang
dibuat sedemikian rupa sehingga pada waktu terjadi perubahan kecepatan secara
tiba-tiba (speed drop), zarah akan jatuh terkumpul di bawah akibat gaya
beratnya sendiri (gravitasi). Kecepatan pengendapan tergantung pada dimensi
alatnya.
e. Pengendap Elektrostatik
Alat
pengendap elektrostatik digunakan untuk membersihkan udara yang kotor dalam
jumlah (volume) yang relatif besar dan pengotor udaranya adalah aerosol atau
uap air. Alat ini dapat membersihkan udara secara cepat dan udara yang keluar
dari alat ini sudah relatif bersih.
Alat
pengendap elektrostatik ini menggunakan arus searah (DC) yang mempunyai tegangan
antara 25 – 100 kv. Alat pengendap ini berupa tabung silinder di mana
dindingnya diberi muatan positif, sedangkan di tengah ada sebuah kawat yang
merupakan pusat silinder, sejajar dinding tabung, diberi muatan negatif. Adanya
perbedaan tegangan yang cukup besar akan menimbulkan corona discharga di daerah
sekitar pusat silinder. Hal ini menyebabkan udara kotor seolah – olah mengalami
ionisasi. Kotoran udara menjadi ion negatif sedangkan udara bersih menjadi ion
positif dan masing-masing akan menuju ke elektroda yang sesuai. Kotoran yang
menjadi ion negatif akan ditarik oleh dinding tabung sedangkan udara bersih
akan berada di tengah-tengah silinder dan kemudian terhembus keluar.
PENANGANAN
LIMBAH B3
Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) tidak dapat begitu saja ditimbun,
dibakar atau dibuang ke lingkungan , karena mengandung bahan yang dapat
membahayakan manusia dan makhluk hidup lain. Limbah ini memerlukan cara
penanganan yang lebih khusus dibanding limbah yang bukan B3. Limbah B3 perlu
diolah, baik secara fisik, biologi, maupun kimia sehingga menjadi tidak
berbahaya atau berkurang daya racunnya. Setelah diolah limbah B3 masih
memerlukan metode pembuangan yang khusus untuk mencegah resiko terjadi
pencemaran. Beberapa metode penanganan limbah B3 yang umumnya diterapkan adalah
sebagai berikut.
1.
Metode pengolahan secara kimia,
fisik dan biologi
Proses pengolahan limbah B3
dapat dilakukan secara kimia, fisik, atau biologi. Proses pengolahan limbah B3
secara kimia atau fisik yang umumnya dilakukan adalah stabilisasi/ solidifikasi
. stabilisasi/solidifikasi adalah proses pengubahan bentuk fisik dan sifat
kimia dengan menambahkan bahan peningkat atau senyawa pereaksi tertentu untuk memperkecil
atau membatasi pelarutan, pergerakan, atau penyebaran daya racun limbah,
sebelum dibuang. Contoh bahan yang dapat digunakan untuk proses
stabilisasi/solidifikasi adalah semen, kapur (CaOH2), dan bahan termoplastik.
Metode insinerasi (pembakaran) dapat
diterapkan untuk memperkecil volume B3 namun saat melakukan pembakaran perlu
dilakukan pengontrolan ketat agar gas beracun hasil pembakaran tidak mencemari
udara.
Proses pengolahan limbah B3 secara
biologi yang telah cukup berkembang saat ini dikenal dengan istilah
bioremediasi dan viktoremediasi. Bioremediasi adalah penggunaan bakteri dan
mikroorganisme lain untuk mendegradasi/ mengurai limbah B3, sedangkan
Vitoremediasi adalah penggunaan tumbuhan untuk mengabsorbsi dan mengakumulasi
bahan-bahan beracun dari tanah. Kedua proses ini sangat bermanfaat dalam
mengatasi pencemaran oleh limbah B3 dan biaya yang diperlukan lebih muran
dibandingkan dengan metode Kimia atau Fisik. Namun, proses ini juga masih
memiliki kelemahan. Proses Bioremediasi dan Vitoremediasi merupakan proses
alami sehingga membutuhkan waktu yang relatif lama untuk membersihkan limbah
B3, terutama dalam skala besar. Selain itu, karena menggunakan makhluk hidup,
proses ini dikhawatirkan dapat membawa senyawa-senyawa beracun ke dalam rantai
makanan di ekosistem.
2.
Metode Pembuangan Limbah B3
a.
Sumur dalam/ Sumur Injeksi (deep
well injection)
Salah satu cara membuang limbah B3
agar tidak membahayakan manusia adalah dengan cara memompakan limbah tersebut
melalui pipa kelapisan batuan yang dalam, di bawah lapisan-lapisan air tanah
dangkal maupun air tanah dalam. Secara teori, limbah B3 ini akan terperangkap dilapisan
itu sehingga tidak akan mencemari tanah maupun air. Namun, sebenarnya tetap ada
kemungkinan terjadinya kebocoran atau korosi pipa atau pecahnya lapisan batuan
akibat gempa sehingga limbah merembes kelapisan tanah.
b.
Kolam penyimpanan (surface
impoundments)
limbah B3 cair dapat ditampung pada
kolam-kolam yang memang dibuat untuk limbah B3. Kolam-kolam ini dilapisi
lapisan pelindung yang dapat mencegah perembesan limbah. Ketika air limbah
menguap, senyawa B3 akan terkosentrasi dan mengendap di dasar. Kelemahan metode
ini adalah memakan lahan karena limbah akan semakin tertimbun dalam kolam, ada
kemungkinan kebocoran lapisan pelindung, dan ikut menguapnya senyawa B3
bersama air limbah sehingga mencemari udara.
c.
Landfill untuk limbah B3 (secure
landfils)
limbah B3 dapat ditimbun pada
landfill, namun harus pengamanan tinggi. Pada metode pembuangan secure
landfills, limbah B3 ditempatkan dalam drum atau tong-tong, kemudian dikubur
dalam landfill yang didesain khusus untuk mencegah pencemaran limbah B3.
Landffill ini harus dilengkapi peralatan moditoring yang lengkap untuk
mengontrol kondisi limbah B3 dan harus selalu dipantau. Metode ini jika
diterapkan dengan benar dapat menjadi cara penanganan limbah B3 yang efektif.
Namun, metode secure landfill merupakan metode yang memliki biaya operasi
tinggi, masih ada kemungkinan terjadi kebocoran, dan tidak memberikan solusi
jangka panjang karena limbah akan semakin
menumpuk.