Teori ini berawal dari hasil
penelitian yang dilakukan oleh Paul Lazarsfeld et.al., mengenai efek media
massa dalam suatu kampanye pemilihan presiden Amerika Serikat pada tahun
1940. studi tersebut dilakukan dengan asumsi bahwa proses stimulus respon
bekerja dalam menghasilkan efek media massa. Namun hasil penelitian
menunjukan sebaliknya. Efek media massa ternyata rendah, dan asumsi S-R
tidak cukup menggambarkan realitas khalayak media massa dalam penyebaran arus
informasi dan pembentukan pendapat umum.
Dalam analisisnya terhadap
penelitian tersebut, Lazarsfeld kemudian mengajukan gagasan mengenai
‘komunikasi dua tahap’ (two step flow) dan konsep pemuka pendapat (opinion
leader). Temuan mereka mengenai kegagalan media massa dibandingkan dengan
pengaruh kontak antarpribadi telah membawa gagasan bahwa seringkali informasi
mengalir dari radio dan suratkabar kepada para pemuka pendapat, dan dari mereka
kepada orang-orang lain yang kurang aktif dalam masyarakat.
Teori dan penelitian-penelitian two
step flow memiliki asumsi-asumsi sebagai berikut:
1. Individu tidak terisolasi dari
kehidupan social, tetapi merupakan anggota dari kelompok kelompok social dalam berinteraksi
dengan orang lain.
2. Respon dan reaksi terhadap pesan dari media tidak akan terjadi
secara langsung dan segera, tetapi
melalui perantaraan dan dipengaruhi oleh hubungan-hubungan social tersebut.
3. Ada dua proses yang berlangsung;
a. Mengenai penerimaan dan perhatian,
b. Berkaitan dengan respon dalam bentuk
persetujuan atau penolakan terhadap upaya mempengaruhi atau penyampaian
informasi.
4. Individu tidak bersikap sama terhadap
pesan/kampanye media, melainkan memiliki berbagai pesan yang berbeda dalam
proses komunikasi, dan khususnya, dapat dibagi atas mereka yang secara aktif
menerima dan meneruskan/menyebarkan gagasan dari media, dan semata-mata mereka
hanya mengandalkan hubungan personal dengan orang lain sebagai panutannya. Individu-individu yang berperan lebih
aktif (pemuka pendapat) ditandai dengan -penggunaan media massa lebih besar,
tingkat pergaulan yang lebih tinggi, aggapan bahwa dirinya berpengaruh terhadap
orang-orang lain, dan memiliki pesan sebagai sumber informasi dan panutan.
Secara umum menurut teori ini media
massa tidak bekerja dalam suatu situasi kevakuman social, tetapi memiliki suatu
akses ke dalam jaringan hubungan social yang sangat kompleks dan bersaing
dengan sumber-sumber gagasan, pengetahuan, dan kekuasaan.
S M I L E
Tidak ada komentar:
Posting Komentar